Sabtu, 30 Januari 2010

Pelacuran Anak di Singkawang !


PONTIANAK - Tahun 1997, ada peristiwa yang sangat mengusik rasa kemanusiaan di Singkawang. Sepasang suami-istri bersama tiga anaknya yang semuanya berumur di bawah 10 tahun, memilih bersama-sama mengakhiri hidupnya dengan menenggak racun, karena merasa sudah tidak mampu lagi menanggung beban hidup.

Mereka ditemukan warga dalam kondisi tidak bernyawa di dalam gubuk yang reot tiga hari kemudian, setelah bau busuk menyengat hidung masyarakat sekitar. Upaya bersama-sama mengakhiri hidup, pernah dikemukakan kepada salah satu tetangga, seminggu sebelum insiden yang memilukan itu.

Dalam konteks seperti itulah, sebagian etnis Tionghoa (Cina) tidak jarang mengambil jalan pintas, seperti rela diperistri lelaki asing, misalnya dari Taiwan atau Hong Kong, asalkan kedua orangtuanya memiliki jaminan hidup yang layak. Ada pula yang berprofesi sebagai wanita tuna susila, dengan beroperasi mulai dari kawasan lokalisasi kelas teri, hotel berbintang hingga wanita panggilan dengan tarif di atas Rp 1 juta.

Di Singkawang, untuk memperoleh pesanan amoy (gadis Cina) cukup mudah, asalkan kenal dengan germo. Jika harga cocok, si germo dengan senang hati membawa setiap lelaki hidung belang untuk menemui pesanan, untuk selanjutnya kencan di suatu tempat, sesuai kesepakatan.
Ini pula yang menurut anggota DPRD Provinsi Kalimantan Barat, Drs Herman Hofi Munawar, bahwa Singkawang yang dijuluki Kota Amoy sudah berkonotasi negatif, yakni mudah cari pekerja seks komersial (PSK) keturunan Cina.

Herman tidaklah terlalu berlebihan. Robertus Amiau, salah satu aktivitas pemuda di Singkawang, memperkirakan, tidak kurang dari 100 wanita keturunan di bawah umur di wilayah itu berprofesi sebagai pelacur.

”Anak Asuh”
Coba lihat kiprah Liem Pheng Tjia, salah satu germo terkenal di Singkawang. Lelaki beranak dua dan berusia 37 tahun ini mengaku memiliki 'anak asuh' lebih dari 30 orang yang kesemuanya wanita Cina berumur belasan tahun. Anak asuhnya beroperasi di sekitar Jalan Alianyang dan Jalan Diponegoro.

"Pukul 20.00 WIB stok selalu habis. Pemesan biasanya kebanyakan dari Sarawak, Brunei Darussalam, dan luar Kalimantan Barat (Kalbar), mulai dari pejabat pemerintah hingga pejabat swasta. Saya juga tidak habis pikir, kenapa amoy asal Singkawang memiliki daya pikat tersendiri bagi setiap lelaki hidung belang," ujar Liem sambil tertawa geli.

Jalan hidup amoy pemuas nafsu itu berliku-liku. Tju Fha (17 tahun) mengaku menjadi wanita tuna susila justru sepengetahuan kedua orang tuanya. Malah sejak satu tahun terakhir, anak pertama dari empat bersaudara yang kesemuanya perempuan ini, praktis menjadi tulang punggung keluarga. Ia berhenti sekolah saat duduk di kelas satu SMU, karena ayahnya sebagai penjual sayur lumpuh terserang stroke.

"Terkadang hati kecil menangis. Tapi apa boleh buat, semuanya sudah terlanjur, dan jalan hidup sudah menentukan begini. Saya tidak tahu kapan akan berakhir. Tapi saya mesti menghidupi kedua orang tua dan tiga adik," ujar Tju.

Tuntutan ekonomi pula, membuat Tju merasa sudah terbiasa dikontrak dalam limit waktu tertentu oleh lelaki hidung belang. Tju bersedia dibawa ke mana saja, hingga ke luar negeri sekalipun, asalkan tarif sesuai harapan dan bisa dibayar di muka. Untuk mengantisipasi sesuatu yang tidak diinginkan, sebelumnya Tju mesti sepakat dengan teman prianya, supaya setiap saat bisa mengontak kedua orang tuanya di rumah.

Perkosaan
Angela Lie (18 tahun), mengaku terjerumus ke dunia hitam, karena perceraian kedua orang tuanya. Tahun 2000, ibunya lari dengan lelaki lain yang mengakibatkan ayahnya yang berprofesi sebagai tukang pijit mengalami stres berat. Angela bersama satu adik lelakinya, kemudian dititipkan dengan salah satu keluarga pihak ayah.

Tanpa dinyana, di suatu malam, teman anak familinya yang dalam keadaan mabuk, memperkosa Angela. Karena malu, Angela kemudian tidak berani menceritakan kepada siapapun. Namun tiga bulan kemudian, Angela diketahui hamil, dan kemudian digugurkan. Dalam pikiran galau, Angela yang hanya mengenyam pendidikan kelas dua SLTP, akhirnya menerima tawaran salah satu kenalannya untuk menekuni dunia hitam.

Jika melihat penampilan Susana Liu Suan (17 tahun) anak bungsu dari tiga bersaudara, semua orang barangkali tidak akan menyangka bahwa wanita yang mengenyam pendidikan kelas 1 SMU itu, berprofesi sebagai pemuas nafsu syahwat lelaki hidung belang. Sekilas Susan, panggilan akrabnya, terkesan sangat kalem, sopan, cantik, tinggi semampai, tetap berpakaian rapi dan selalu hati-hati dalam berbicara.

Cuma yang membedakan Susan, sorotan matanya terkadang tajam dan menerawang jauh. Terlebih lagi, jika kita ingin menggali perjalanan hidupnya. "Saya sudah tidak punya harapan apa-apa lagi. Tapi saya tidak ingin menyalahkan siapa-siapa," katanya.
Ketua Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Untuk Keadilan (LBH APIK) Kalbar, Hairiah menilai, praktik pelacuran anak di bawah umur di Kalimantan Barat, terutama dari kalangan Cina di Singkawang, lebih didasari faktor ekonomi. Tapi bisa berimplikasi kepada dampak sosial yang cukup rumit. Di antaranya, tingkat penularan penyakit yang terindikasi cenderung terus meningkat setiap tahun.

HIV AIDS
Sementara itu, dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, 1993 - 2003, Kantor Dinas Kesehatan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) mencatat ada 121 orang terinfeksi penyakit Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immunodeficiency Syndrome (HIV/AIDS). Sebanyak 74 orang di antaranya merupakan warga asli Kalbar.

Sebanyak 47 orang lainnya, adalah nelayan berkebangsaan Thailand, Kamboja dan Vietnam. Warga asing itu baru ketahuan mengidap HIV/AIDS setelah diperiksa tim medis ketika tengah menjalani proses hukum, lantaran kapal yang memperkerjakan mereka melakukan pencurian ikan di wilayah Indonesia.

Sebagian besar dari 74 orang asli Kalbar yang mengidap HIV/AIDS adalah wanita yang bekerja sebagai wanita penghibur di sejumlah kota besar di Indonesia. Para wanita malang itu baru kembali Kalbar, ketika dinyatakan positif mengidap HIV/AIDS.

"Sebagian besar dari mereka berasal dari Kota Singkawang dan Sambas. Pemerintah juga tidak bisa membatasi tingkat pergaulan mereka selama berada di tengah masyarakat, kendatipun sebelumnya sudah diingatkan supaya mampu mengisolasi diri," ujar Toris Zulkarnaen, Kepala Dinas Kesehatan Pemprov Kalbar.

Toris mengatakan, terungkapnya 74 orang warga Kalbar positif HIV/AIDS sekaligus menunjukkan penularan penyakit mematikan itu sudah dalam kondisi serius. (*)

Sumber : http://www.sinarharapan.co.id/berita/0310/27/nas03.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar