Ini adalah suatu pemandangan dari Moby Dick yang berbadan besar melawan pimpinan nelayan di perahu kayu yang kecil. Gambaran yang mengagumkan ini telah diambil ketika terjadi perburuan seekor ikan paus oleh sekelompok nelayan yang masih masih menggunakan metoda tradisional untuk menangkap makhluk yang paling besar di laut.
Dengan suatu ayunan ekor ikan paus sperma dapat menghamtam perahu nelayan tersebut,
nelayan menghunjamkan pisaunya dalam-dalam menembus lemak ikan ini.
Tidak ada peralatan yang lain - hanya menggunakan peralatan-peralatan yang mereka kenal sejak zaman dulu - kegiatan ini disertai kegiatan ritual kepercayaan mereka secara turun temurun.
Mereka miskin, mereka bermukim dipulau yang berbatu-batu dan tidak datar, sangat sedikit lahan yang dapat dimanfaatkan untuk pertanian. penghasilan utama hanya bergantung pada kegiatan penangkapan ikan yang berlimpah seperti ikan marlin, ikan tuna, stingray, penyu, ikan gurita dan udang laut.
Selama musim melaut “Lefa Nue” dari bulan Mei sampai Oktober, orang desa ini berburu ikan paus, ikan hiu dan dolfin. Bagaimanapun, ada rasa kawatir akan masa depan dari masyarakat disini, jumlah ikan paus ini sudah semakin menurun, perburuan sekarang lebih sedikit dibanding masa lima tahun yang lalu. Tahun ini mereka hanya dapat menangkap tiga ikan paus.
Dua perahu nelayan bekerja sama, sedang pimpinan mereka menggantung di udara ketika tombaknya menhunjam tubuh ikan paus ini. Perburuan ini terjadi di perairan Indonesia, mereka berjuang lebih dari enam jam, dengan menggunakan tombak dan pisau tradisional untuk menundukkan ikan paus ini.- Ikan paus ini mereka namai ‘Koteklema’.
Akhirnya, nelayan dari Lamalera (suatu kampung yang terletak disebelah selatan pulau Lembata di Indonesia), dapat membunuh paus sperma ini dengan cara sangat tradisional. Ini semua sangat jauh berbeda dengan penangkapan ikan paus oleh kapal nelayan Jepang, yang menggunakan granat harpoon untuk membantai ikan ini untuk kepentingan industri perikanan mereka.
Nelayan ini berlayar dari Lamalera dengan layar perahu yang ditenun dari daun gebang dan masing-masing kapal adalah buatan tangan, dengan tidak menggunakan paku atau metal. Tali temali dibuat dari pintalan serat daun telapak tangan dan serat kayu waru.
“Jika tidak ada damai di antara kita, tidak akan ada penangkapan ikan paus baik,” kata Anna Bataona orang desa disana. Mereka percaya bahwa harus ada harmony penghidupan didarat dengan dilaut, kedamaian didaratan akan memberikan hasil perburuan yang baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar