Sebenarnya sangat sulit untuk mendefinisikan keajaiban dunia. Apakah keajaiban dunia merupakan hasil kreasi alam, yang saking indahnya membuat manusia melihatnya sebagai keajaiban? Ataukah hasil ‘sentuhan’ manusia dari mahakarya sebuah peradaban?
Tanpa bermaksud menafikan kebesaran alam dan pencipta-Nya, lebih menarik apabila kita melihat keajaiban dunia sebagai hasil peradaban. Terutama lagi setelah organisasi bernama The New Open World Corporation menyatakan tujuh keajaiban dunia baru (The New Seven Wonders of the World), yang mencakup Chichen Itza di Meksiko, Patung Kristus Penebus di Brazil, Tembok Besar Cina, Machu Pichu di Peru, reruntuhan kota Petra di Yordania, Colloseum di Italia, Taj Mahal di India, dan Piramida Giza di Mesir. Menarik, karena ternyata tujuh keajaiban dunia baru yang dicetuskan 7 Juli 2007 ini menuai banyak kontroversi.
Adalah UNESCO yang menjadikan The New Seven Wonders of the World menjadi sebuah kontroversi. Sebagai sebuah lembaga resmi PBB yang juga bertanggung jawab akan pelestarian Benda Cagar Budaya Dunia (world heritage), UNESCO menolak dikaitkan dengan kampanye tujuh keajaiban dunia baru tersebut. Sebuah sikap yang kami anggap tepat, karena sebagai sebuah lembaga yang bertanggung jawab terhadap world heritage, UNESCO tidak dapat memprioritaskan tugasnya hanya kepada tujuh wonders baru, serta melupakan world heritage lain. Tentu saja termasuk yang ada di Indonesia, seperti Borobudur, Prambanan, dan Sangiran.
Kontroversi lain adalah kriteria new wonders yang tidak jelas. Akan terasa aneh untuk membandingkan Patung Kristus Penebus di Brazil, yang baru berusia 78 tahun dan dibuat dengan teknologi modern, dengan Tembok Besar Cina, yang didirikan antara 220 – 200 SM dan menjadi bangunan terpanjang dalam sejarah manusia walau dengan teknologi yang sederhana. Baik itu batas waktu atau teknologi yang digunakan sebagai kriteria, masih rancu untuk menyebut sesuatu sebagai wonder.
Mari kita kembali lebih jauh ke belakang, menengok sejarah awal munculnya tujuh keajaiban dunia. Mengapa harus tujuh? Sebab sang pencetus awal, Antipater Sidon, membuat tujuh daftar dalam sebuah puisi sekitar abad 140 SM. "Aku telah melihat tembok Babilonia yang agung yang di atasnya terbentang jalanan untuk kereta-kereta perang, dan patung Zeus di Alfeus, dan taman-taman gantung, dan Kolosus Matahari, dan karya besar yang membangun piramida-piramida tinggi, serta kuburan yang besar dari Mausolus; namun ketika aku melihat rumah Artemis yang menjulang ke awan-awan, yang lain itu semuanya kehilangan keindahannya, dan aku berkata, 'Tengoklah, selain Olympus, Matahari tidak pernah lagi melihat apapun yang sedemikian agung.” (Antipater, Greek Anthology IX.58).
Jadi dari sanalah tujuh keajaiban dunia berasal. Semata-mata berasal dari pendapat pribadi seorang Sidon, yang kemudian dikembangkan lebih jauh. Sekarang masyarakat mengenal banyak jenis tujuh keajaiban dunia. Pertama sebagaimana tertera dalam daftar Antipater Sidon. Satu-satunya keajaiban dunia kuno yang masih ada hingga sekarang adalah Piramid Giza. Colossus of Rhodes adalah keajaiban dunia kuno yang berumur paling pendek, hanya bertahan selama 56 tahun sebelum hancur oleh gempa bumi, sementara keberadaan Taman Gantung Babilonia, masih diperdebatkan keberadaannya.
Setelah peradaban kuno runtuh, ingatan akan keajaiban dunia kuno yang hancur perlahan menghilang. Kelompok cendekiawan meninjau ulang dan menulis kembali daftar keajaiban dunia yang dikenal sebagai tujuh keajaiban dunia pertengahan yaitu Katakombe Kom el Shoqafa, Colosseum, Tembok besar China, Hagia Sophia, Menara miring Pisa, Menara porselen Nanjing (Nanjing, Tiongkok), dan Stonehenge (Skotlandia, Britania Raya). Setelah keajaiban pertengahan, banyak orang sudah menyusun daftar Keajaiban Dunia Modern, antara lain Terowongan Channel (Britania Raya dan Perancis), Menara CN (Toronto, Kanada), Empire State Building (New York, Amerika Serikat), Jembatan Golden Gate (San Francisco, AS), Dam Itaipu (Brazil dan Paraguay), Delta Works (Belanda), dan Terusan Panama (Panama).
Tentu saja Indonesia juga memiliki wonders, misalnya Borobudur sebagai salah satu mahakarya arsitektur pada masanya. Namun sayangnya, orang sering menyebut Borobudur sebagai forgotten wonders. Keajaiban yang terlupakan, seperti halnya Angkor Wat di Kamboja.
Akan sangat bijak apabila kita tidak membatasi wonders of the world menjadi hanya tujuh. Karena ketika kita bicara wonders, tentu saja kita juga bicara kemajuan peradaban, hingga melahirkan mahakarya, baik kemegahan arsitektural ataupun keindahan estetis. Setiap peradaban, juga setiap zaman, tentu akan menghasilkan wonders-nya masing-masing. Dengan membatasinya dalam sejumlah angka prioritas hanya akan melupakan yang lain, dan ini menjadi ancaman bagi pelestariannya.
Tanpa bermaksud menafikan kebesaran alam dan pencipta-Nya, lebih menarik apabila kita melihat keajaiban dunia sebagai hasil peradaban. Terutama lagi setelah organisasi bernama The New Open World Corporation menyatakan tujuh keajaiban dunia baru (The New Seven Wonders of the World), yang mencakup Chichen Itza di Meksiko, Patung Kristus Penebus di Brazil, Tembok Besar Cina, Machu Pichu di Peru, reruntuhan kota Petra di Yordania, Colloseum di Italia, Taj Mahal di India, dan Piramida Giza di Mesir. Menarik, karena ternyata tujuh keajaiban dunia baru yang dicetuskan 7 Juli 2007 ini menuai banyak kontroversi.
Adalah UNESCO yang menjadikan The New Seven Wonders of the World menjadi sebuah kontroversi. Sebagai sebuah lembaga resmi PBB yang juga bertanggung jawab akan pelestarian Benda Cagar Budaya Dunia (world heritage), UNESCO menolak dikaitkan dengan kampanye tujuh keajaiban dunia baru tersebut. Sebuah sikap yang kami anggap tepat, karena sebagai sebuah lembaga yang bertanggung jawab terhadap world heritage, UNESCO tidak dapat memprioritaskan tugasnya hanya kepada tujuh wonders baru, serta melupakan world heritage lain. Tentu saja termasuk yang ada di Indonesia, seperti Borobudur, Prambanan, dan Sangiran.
Kontroversi lain adalah kriteria new wonders yang tidak jelas. Akan terasa aneh untuk membandingkan Patung Kristus Penebus di Brazil, yang baru berusia 78 tahun dan dibuat dengan teknologi modern, dengan Tembok Besar Cina, yang didirikan antara 220 – 200 SM dan menjadi bangunan terpanjang dalam sejarah manusia walau dengan teknologi yang sederhana. Baik itu batas waktu atau teknologi yang digunakan sebagai kriteria, masih rancu untuk menyebut sesuatu sebagai wonder.
Mari kita kembali lebih jauh ke belakang, menengok sejarah awal munculnya tujuh keajaiban dunia. Mengapa harus tujuh? Sebab sang pencetus awal, Antipater Sidon, membuat tujuh daftar dalam sebuah puisi sekitar abad 140 SM. "Aku telah melihat tembok Babilonia yang agung yang di atasnya terbentang jalanan untuk kereta-kereta perang, dan patung Zeus di Alfeus, dan taman-taman gantung, dan Kolosus Matahari, dan karya besar yang membangun piramida-piramida tinggi, serta kuburan yang besar dari Mausolus; namun ketika aku melihat rumah Artemis yang menjulang ke awan-awan, yang lain itu semuanya kehilangan keindahannya, dan aku berkata, 'Tengoklah, selain Olympus, Matahari tidak pernah lagi melihat apapun yang sedemikian agung.” (Antipater, Greek Anthology IX.58).
Jadi dari sanalah tujuh keajaiban dunia berasal. Semata-mata berasal dari pendapat pribadi seorang Sidon, yang kemudian dikembangkan lebih jauh. Sekarang masyarakat mengenal banyak jenis tujuh keajaiban dunia. Pertama sebagaimana tertera dalam daftar Antipater Sidon. Satu-satunya keajaiban dunia kuno yang masih ada hingga sekarang adalah Piramid Giza. Colossus of Rhodes adalah keajaiban dunia kuno yang berumur paling pendek, hanya bertahan selama 56 tahun sebelum hancur oleh gempa bumi, sementara keberadaan Taman Gantung Babilonia, masih diperdebatkan keberadaannya.
Setelah peradaban kuno runtuh, ingatan akan keajaiban dunia kuno yang hancur perlahan menghilang. Kelompok cendekiawan meninjau ulang dan menulis kembali daftar keajaiban dunia yang dikenal sebagai tujuh keajaiban dunia pertengahan yaitu Katakombe Kom el Shoqafa, Colosseum, Tembok besar China, Hagia Sophia, Menara miring Pisa, Menara porselen Nanjing (Nanjing, Tiongkok), dan Stonehenge (Skotlandia, Britania Raya). Setelah keajaiban pertengahan, banyak orang sudah menyusun daftar Keajaiban Dunia Modern, antara lain Terowongan Channel (Britania Raya dan Perancis), Menara CN (Toronto, Kanada), Empire State Building (New York, Amerika Serikat), Jembatan Golden Gate (San Francisco, AS), Dam Itaipu (Brazil dan Paraguay), Delta Works (Belanda), dan Terusan Panama (Panama).
Tentu saja Indonesia juga memiliki wonders, misalnya Borobudur sebagai salah satu mahakarya arsitektur pada masanya. Namun sayangnya, orang sering menyebut Borobudur sebagai forgotten wonders. Keajaiban yang terlupakan, seperti halnya Angkor Wat di Kamboja.
Akan sangat bijak apabila kita tidak membatasi wonders of the world menjadi hanya tujuh. Karena ketika kita bicara wonders, tentu saja kita juga bicara kemajuan peradaban, hingga melahirkan mahakarya, baik kemegahan arsitektural ataupun keindahan estetis. Setiap peradaban, juga setiap zaman, tentu akan menghasilkan wonders-nya masing-masing. Dengan membatasinya dalam sejumlah angka prioritas hanya akan melupakan yang lain, dan ini menjadi ancaman bagi pelestariannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar