Tony Kwok Man-wai, Pemburu Koruptor yang Laris Disewa Banyak Negara
(Pernah Tangkap Tukang Pos karena Meminta Uang Lelah)
Sebanyak 21 negara telah menggunakan jasa Tony Kwok Man-wai dalam berbagai kapasitas terkait dengan pemberantasan korupsi. Dia tak menganggap penting bayaran yang diterima.
PARA pejabat Hongkong yang korup rata-rata punya koneksi dengan kelompok mafia. Tapi, jika dibandingkan dengan saat bertugas selama 27 tahun (1975-2002) di Komisi Independen Pemberantasan Korupsi Hongkong (ICAC), Tony Kwok merasa bahwa pengalaman paling menegangkan sebagai pemburu koruptor adalah ketika bekerja selama setahun di Nigeria atas permintaan Bank Dunia.
Bukan saja harus menghadapi resistensi keras dari para petinggi negara yang doyan mengancam, Tony juga mesti berurusan dengan para pejabat militer yang terbiasa menyelesaikan masalah dengan senjata.
“Jadi, mereka yang mengira memberantas korupsi di Filipina bagaikan disodori cawan beracun, saya rasa mereka belum pernah ke Nigeria,” kelakarnya, seperti dikutip AFP.
Filipina? Tak usah heran. Karir sebagai investigator korupsi memang telah mengantarkan Tony Kwok sebagai “warga dunia.” Setidaknya pemerintahan di 21 negara di berbagai benua telah menggunakan jasa pria yang hobi menyelam, golf, dan skuas tersebut untuk memberantas korupsi. Juga 10 pemerintahan kota di Tiongkok.
Jadilah dia investigator korupsi paling laris di dunia. Baik itu dalam kapasitas sebagai konsultan, penasihat, maupun sekadar narasumber seminar atau workshop. Berbagai media besar dunia pun bergantian memuat kisahnya. Cobalah ketika namanya di Google, setidaknya 5 ribu entri akan muncul.
Yang terbaru, pada 12 Oktober lalu, dia berbagi pengalaman dengan Komisi Antikorupsi Malaysia (MACC) di Kuala Lumpur. Dalam kesempatan itu, pria yang pernah diwawancarai Jawa Pos ketika berkunjung ke Indonesia pada April 2006 tersebut menegaskan pentingnya kontinuitas dan jam terbang.
kmw_profile
“Butuh setidaknya dua setengah tahun agar seseorang bisa menjadi investigator korupsi yang andal,” kata pria yang sejak pensiun dari ICAC pada 2002 telah membuka jasa konsultasi antikorupsi itu, seperti dikutip Bernama.
Tony mulai membangun karir sebagai investigator korupsi tak lama setelah ICAC berdiri. Sebelumnya, dia bekerja di Bea Cukai Hongkong. Seperti dilansir Financial Times, selama 27 tahun ayah tiga anak itu bertugas, ICAC berhasil menekan drastis praktik patgulipat di birokrasi Hongkong. Jika pada saat KPK-nya Hongkong tersebut pertama berdiri pada 1974 angka korupsi birokrasi mencapai 86 persen dari semua laporan yang masuk, pada 1999 angka itu tinggal 41 persen. Contoh keberhasilan lain bisa dilihat di korupsi di kepolisian. Pada 1974, jumlahnya mencapai 45 persen. Tapi, pada 1999, angkanya tinggal 16 persen.
Saat tenaganya disewa Presiden Filipina Gloria Macapagal-Arroyo sebagai penasihat antikorupsi (2005-2007), penerima sejumlah penghargaan dari pemerintah Hongkong tersebut berhasil membidani lahirnya tim antikorupsi di 16 lembaga penting pemerintahan. Itu dilakukan dalam waktu tiga bulan saja.
Tony menganut prinsip zero tolerance dalam soal korupsi. Dalam wawancara dengan Jawa Pos pada 2006, dia mengatakan pernah menangkap seorang tukang pos di Hongkong karena meminta uang lelah kepada seorang penerima paket. “Ketika melamar suatu pekerjaan, Anda tentu tahu berapa gaji yang akan diterima. Jadi, kecilnya gaji tak bisa dijadikan alasan untuk melakukan korupsi,” katanya ketika itu.
Pria berkacamata itu juga percaya betul pada tiga rumus untuk membasmi sekaligus menangkal “aksi kriminal berisiko rendah tapi sangat menghasilkan” tersebut. “Kunci memberantas korupsi adalah pencegahan, pendidikan, dan penciptaan hambatan supaya kejahatan yang sama tidak muncul lagi.” Pentingnya menanamkan kesadaran antikorupsi lewat pendidikan itu pula yang mendorong Tony memelopori kelahiran program studi international postgraduate certificate course in corruption studies di Hongkong University. Itu merupakan program studi pertama di dunia.
(Pernah Tangkap Tukang Pos karena Meminta Uang Lelah)
Sebanyak 21 negara telah menggunakan jasa Tony Kwok Man-wai dalam berbagai kapasitas terkait dengan pemberantasan korupsi. Dia tak menganggap penting bayaran yang diterima.
PARA pejabat Hongkong yang korup rata-rata punya koneksi dengan kelompok mafia. Tapi, jika dibandingkan dengan saat bertugas selama 27 tahun (1975-2002) di Komisi Independen Pemberantasan Korupsi Hongkong (ICAC), Tony Kwok merasa bahwa pengalaman paling menegangkan sebagai pemburu koruptor adalah ketika bekerja selama setahun di Nigeria atas permintaan Bank Dunia.
Bukan saja harus menghadapi resistensi keras dari para petinggi negara yang doyan mengancam, Tony juga mesti berurusan dengan para pejabat militer yang terbiasa menyelesaikan masalah dengan senjata.
“Jadi, mereka yang mengira memberantas korupsi di Filipina bagaikan disodori cawan beracun, saya rasa mereka belum pernah ke Nigeria,” kelakarnya, seperti dikutip AFP.
Filipina? Tak usah heran. Karir sebagai investigator korupsi memang telah mengantarkan Tony Kwok sebagai “warga dunia.” Setidaknya pemerintahan di 21 negara di berbagai benua telah menggunakan jasa pria yang hobi menyelam, golf, dan skuas tersebut untuk memberantas korupsi. Juga 10 pemerintahan kota di Tiongkok.
Jadilah dia investigator korupsi paling laris di dunia. Baik itu dalam kapasitas sebagai konsultan, penasihat, maupun sekadar narasumber seminar atau workshop. Berbagai media besar dunia pun bergantian memuat kisahnya. Cobalah ketika namanya di Google, setidaknya 5 ribu entri akan muncul.
Yang terbaru, pada 12 Oktober lalu, dia berbagi pengalaman dengan Komisi Antikorupsi Malaysia (MACC) di Kuala Lumpur. Dalam kesempatan itu, pria yang pernah diwawancarai Jawa Pos ketika berkunjung ke Indonesia pada April 2006 tersebut menegaskan pentingnya kontinuitas dan jam terbang.
kmw_profile
“Butuh setidaknya dua setengah tahun agar seseorang bisa menjadi investigator korupsi yang andal,” kata pria yang sejak pensiun dari ICAC pada 2002 telah membuka jasa konsultasi antikorupsi itu, seperti dikutip Bernama.
Tony mulai membangun karir sebagai investigator korupsi tak lama setelah ICAC berdiri. Sebelumnya, dia bekerja di Bea Cukai Hongkong. Seperti dilansir Financial Times, selama 27 tahun ayah tiga anak itu bertugas, ICAC berhasil menekan drastis praktik patgulipat di birokrasi Hongkong. Jika pada saat KPK-nya Hongkong tersebut pertama berdiri pada 1974 angka korupsi birokrasi mencapai 86 persen dari semua laporan yang masuk, pada 1999 angka itu tinggal 41 persen. Contoh keberhasilan lain bisa dilihat di korupsi di kepolisian. Pada 1974, jumlahnya mencapai 45 persen. Tapi, pada 1999, angkanya tinggal 16 persen.
Saat tenaganya disewa Presiden Filipina Gloria Macapagal-Arroyo sebagai penasihat antikorupsi (2005-2007), penerima sejumlah penghargaan dari pemerintah Hongkong tersebut berhasil membidani lahirnya tim antikorupsi di 16 lembaga penting pemerintahan. Itu dilakukan dalam waktu tiga bulan saja.
Tony menganut prinsip zero tolerance dalam soal korupsi. Dalam wawancara dengan Jawa Pos pada 2006, dia mengatakan pernah menangkap seorang tukang pos di Hongkong karena meminta uang lelah kepada seorang penerima paket. “Ketika melamar suatu pekerjaan, Anda tentu tahu berapa gaji yang akan diterima. Jadi, kecilnya gaji tak bisa dijadikan alasan untuk melakukan korupsi,” katanya ketika itu.
Pria berkacamata itu juga percaya betul pada tiga rumus untuk membasmi sekaligus menangkal “aksi kriminal berisiko rendah tapi sangat menghasilkan” tersebut. “Kunci memberantas korupsi adalah pencegahan, pendidikan, dan penciptaan hambatan supaya kejahatan yang sama tidak muncul lagi.” Pentingnya menanamkan kesadaran antikorupsi lewat pendidikan itu pula yang mendorong Tony memelopori kelahiran program studi international postgraduate certificate course in corruption studies di Hongkong University. Itu merupakan program studi pertama di dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar