Minggu, 20 April 2008

Cara Tukul Mengelola Penghasilannya

BEBERAPA pekerja tampak sibuk mengecat bangunan di kompleks rumah kontrakan di Jalan Sawo Ujung, Cipete, Jakarta Selatan, kemarin (18/4). Bangunan satu lantai yang sebelumnya terdiri atas tiga pintu itu dibuat dua lantai lagi di atasnya. Cat oranye tampak sudah melapisi sebagian sisi tembok bangunan seluas 150 meter persegi tersebut.

Rumah kontrakan yang sedang direnovasi itu hanya contoh kecil dari bisnis yang dijalani pelawak Tukul Arwana. Merintis usaha kontrakan tentu bukan lantaran dia butuh tambahan uang. Soal materi, pelawak yang namanya meroket lewat acara talk show Empat Mata tersebut bisa bermewah-mewah. Honor puluhan juta bisa dia dapatkan dari bekerja satu atau dua jam saja.

Order terus mengalir bak jamur di musim penghujan. Mulai melawak, menjadi pembawa acara, membintangi iklan, hingga berakting di layar lebar. Semua itu dijalani Tukul dengan bayaran yang tidak murah. Media massa pun berebut mengulas profil atau perjalanan hidup pria kelahiran Perbalan, Semarang, 16 Oktober 1963, itu.

Jika diibaratkan perputaran roda, kehidupan atau karir Tukul saat ini sedang berada di atas. Tapi, cepat atau lambat, roda tersebut akan berputar ke bawah. Hal itulah yang disadari betul oleh Tukul. Tidak terbuai oleh karirnya yang mengilap, pria yang pernah berkerja sebagai tukang gali sumur dan sopir pribadi itu selalu bertanya dalam hati: "Jika roda kehidupan saya sudah sampai di bawah, bagaimana?"

Secara alamiah, kata Tukul, entah karena sudah tua atau sudah tak kreatif lagi, kehidupan ekonominya akan menuju ke arah sana (penurunan). "Tapi, bagaimana caranya supaya prediksi semacam itu bisa meleset atau tidak terjadi terlalu cepat," ujarnya.

Menurut Tukul, salah satu kunci sukses pada masa tua adalah investasi. Selain menyimpan di bank, dia cukup lihai memanfaatkan uang yang dimiliki. Mengembangkan bisnis kontrakan rumah adalah salah satu bidang yang paling dia senangi. Untuk kontrakan di Sawo Ujung, Cipete, Jakarta Selatan, yang dikunjungi Jawa Pos, misalnya, rencananya disewakan Tukul seharga Rp 1,5 juta per bulan untuk satu pintu.

Masih di sekitar tempat tinggalnya, Tukul juga sudah membeli beberapa bangunan rumah yang lain. Satu rumah seluas 200 meter persegi berada di depan rumahnya. Yang satu lagi berukuran sedikit lebih kecil, tak jauh dari situ. Rencananya, rumah-rumah itu juga direnovasi dan dikontrakkan.

Bangunan-bangunan itu baru yang berada di sekitar Cipete. Di Bekasi, Jawa Barat, Tukul juga memiliki satu unit rumah yang juga dikontrakkan. Sayang, dia tidak mau membeberkan secara detail saat ditanya tentang berapa banyak dan di daerah mana saja rumah kontrakan yang dia miliki. "Ya, pokoknya ada. Kalau saya sebut semua, nanti orang kaget," jawab Tukul, lantas tersenyum.

Mengapa Tukul begitu tertarik investasi jenis itu? "Makin tahun, harga tanah makin mahal. Yang tadinya sepi, begitu ramai harga juga ikut tinggi. Dulu di sini per meter Rp 1 juta (rupiah). Sekarang sudah hampir Rp 5 juta," katanya.

Tak semua investasi itu berhasil. Tukul pernah mencoba peruntungan di bisnis kuliner dengan membuka restoran Ikan Bakar Tukul Arwana di Bumi Serpong Damai, Tangerang. Dia bekerja sama dengan mantan bos ketika menjadi sopir, Alex. Namun, hanya dalam hitungan bulan usaha itu tutup.

"Sebetulnya sea food cukup menjanjikan di daerah itu. Tapi, yang saya lihat, masalahnya ada di tempat parkir yang kurang memadai," jelas Tukul, yang beberapa waktu lalu mendirikan Ojo Lali Entertainment sebagai wadah teman-temannya sesama pelawak untuk berkarya.

Di Jakarta, hingga daerah lainnya, nama Tukul sering digunakan untuk nama restoran hingga warung nasi kelas kaki lima. Namun, menurut Tukul, tidak ada satu pun yang benar-benar miliknya. Soal namanya yang diadopsi untuk kepentingan komersial, Tukul mengaku ikhlas.

"Biarin saja. Bagi-bagi rezeki. Menyenangkan orang itu kan pahala. Kalau kamu mau pakai nama saya, juga boleh. Misalnya, bikin warung gado-gado Tukul Arwana, atau wong ndeso. Silakan saja," kata Tukul kepada Jawa Pos.

Meski melabelkan dirinya sebagai wong ndeso (orang desa), Tukul tidak mau disebut berpikiran kuno. Di samping asuransi jiwa, Tukul mengikuti asuransi pendidikan untuk putri semata wayangnya, Novita Eka Afriana, 8, sehingga menjamin bisa sekolah hingga ke jenjang perguruan tinggi. "Orang dulu bilang asuransi itu nggak perlu. Buat saya, itu penting. Jangan kuno," ungkapnya santai.

Di luar harta miliaran rupiah dan investasi yang melimpah, Tukul tetap bertahan sebagai sosok sederhana. Tidak terlalu konsumtif. Mobil Mitsubishi Galant keluaran 1982 tetap dia pertahankan. Mobil itu lebih sering dia pakai ketimbang Toyota Innova yang terparkir di garasi rumahnya.

Untuk menuju studio Trans 7 yang jaraknya tak terlalu jauh dari rumahnya, Tukul juga lebih suka mengendarai Honda Astrea Prima ketimbang Harley-Davidson miliknya. "Soal makanan, saya tetap suka oseng kangkung. Pakaian juga nggak ada yang bermerek," katanya.

Pelawak senior, Toto Muryadi alias Tarsan, 62, menggunakan jurus "Siap" sejak masa muda. Saat ini, pria kelahiran Malang itu mulai bisa menikmati hasilnya. "Jurus Siap itu bukan hanya untuk militer. Untuk semua orang juga, termasuk saya," ujarnya.

Jurus Siap tersebut terinspirasi oleh ajaran agama agar memanfaatkan masa jaya sebelum masa sulit, masa sehat sebelum sakit, serta masa muda sebelum tua.

Hasil dari jurus Siap itu bisa digunakan ketika keadaan darurat. Ketika tabungan mulai menipis sehingga uang untuk membeli beras dan gula sangat terbatas, Tarsan tidak kesulitan. "Kebetulan saya anak petani. Kalau nggak laku (melawak, Red), saya masih bisa makan karena ada beras hasil tani. Saya juga tanam tebu di kampung. Jadi, alhamdulillah tidak pernah kekurangan," jelasnya.

Di luar itu, Tarsan memiliki usaha dalam bentuk lain. Hanya, dia enggan berterus terang. Dia takut dibilang sombong. Usaha itu dijalankan saudara-saudara Tarsan dan beberapa pekerja lain.

Anak Tarsan satu-satunya, Galuh Pujiwati, pada 2006 dipersunting seorang pria. Putrinya tersebut sudah mandiri dengan membuka usaha kafe di beberapa kota. "Praktis, saya tinggal menunggu cucu. Hasil dari kerja ini juga menyenangkan cucu saya," katanya.

Prinsipnya, lanjut Tarsan, dalam menjalankan hidup ini adalah menghitung dengan baik dan bijak. Uang yang datang dan pergi diatur sebaik-baiknya agar tidak merugi. "Sebab, menurut saya, yang dihitung saja suka meleset, apalagi nggak dihitung," ucapnya.

Tarsan juga menerapkan open management kepada istrinya, Sulistina. Untuk pengeluaran sekecil apa pun ada catatan (bon)-nya. "Saya mengajarkan kepada keluarga untuk berterus terang dalam hal keuangan dan apa pun. Saya selalu bawa bukti pembayaran ke rumah setiap habis belanja, makan, atau ke mana saja supaya istri saya tahu," ungkapnya. (el)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar