Rabu, 23 April 2008

Heboh Manusia Anggur di Surabaya

Benjolan di tangan Sugeng
Benjolan di tangan Sugeng

Setelah Dede, manusia kutil dari Jawa Barat, ternyata di Jawa Timur, ada juga yang menderita penyakit sejenis. Namanya Sugeng Riyadi asal dusun Japanan, Desa Dadapan, Kecamatan Boyolangu, Kabupaten Tulungagung.

Sugeng, dinyatakan dokter mengidap kanker kulit yang membuat beberapa bagian tubuhnya ditumbuhi benjolan semacam kutil.

Benjolan-benjolan sebesar anggur di beberapa bagian tubuh Sugeng itu, awalnya hanya tumbuh di bagian mata kaki kanan. Namun, kini telah menjalar ke bagian atas hingga ke alat vitalnya.

Akibat benjolan-benjolan seperti anggur itu, kaki kanan Sugeng menjadi lebih besar berlipat-lipat dibandingkan ukuran kaki normalnya.

Menurut dr Heru Purwanto SpB (K) Onk, spesialis bedah onkologi di RSU Dr Soetomo Surabaya, penyakit yang dialami Sugeng itu disebut neurofibroma atau kanker kulit. Penyakit itu terbentuk dari syaraf kulit pinggir.

“Awalnya muncul bercak-bercak kehitaman, kemudian menjadi tonjolan sebesar biji kedelai. Isinya tidak ada syaraf atau jaringan tertentu. Kemudian, karena ada pengaruh lingkungan yang kotor dan kurangnya perawatan, tonjolan itu bisa membesar dan bertambah banyak di sekitar tempat awal munculnya,” jelas dr Heru Purwanto SpB (K) Onk, Selasa, 22/4-2008.

Ibu kandung Sugeng, Tuminah, mengungkapkan anaknya menderita penyakit aneh itu sejak usia 12 tahun. Tepatnya setelah Sugeng dikhitan.

"Sebenarnya sejak lahir, di betis bagian kanannya sudah terlihat merah-merah. Tapi tidak pernah diobatkan," jelas Tuminah, saat ditemui di Instalasi Rawat Inap (Irna) D Bedah RSU Dr Soetomo, Surabaya.

Selanjutnya saat Sugeng duduk di kelas III SD, benjolan sebesar buah anggur muncul di kulit kaki yang memerah tersebut. Satu benjolan, kemudian bertambah lagi di sampingnya, demikian seterusnya.

Tuminah lantas membawa anaknya itu ke RSU Tulungagung. Setelah dirawat kurang lebih dua minggu, benjolan itu berhasil kempes. Namun kulit kaki kanan Sugeng tetap kemerah-merahan.

Karena tidak ada keluhan lain, wanita yang mencari penghasilan dengan berjualan kue dan makanan gorengan itu, menganggap penyakit yang diderita Sugeng telah selesai.

Ternyata, saat Sugeng berusia 12 tahun, usai disunat, benjolan itu kembali muncul. Bahkan semakin banyak. Sugeng menolak dibawa ke rumah sakit karena takut dan malu.

Akhirnya setelah lulus SD, Sugeng tak mau melanjutkan sekolah ke SMP.

"Tidak sekolah, Sugeng hanya menghabiskan waktunya di rumah. Jaga rumah atau bersih-bersih sambil menggosok-gosokkan benjolan-benjolan yang ada di kaki kanannya itu," lanjut Tuminah.

Saat digosok-gosokkan, benjolan itu ada yang lepas dari kulit dan kemudian berjatuhan. Di rumah mereka, Tuminah memelihara banyak ayam, dan seringkali ayam-ayam itu mematuk protolan benjolan yang rontok dari kaki Sugeng, karena sudah lama.

Sekitar bulan Agutus 2007 lalu, atau setelah 16 tahun Sugeng menyembunyikan penyakitnya itu, ada pamong desa yang mengetahuinya. Akhirnya pamong itu memfasilitasi keluarga tersebut ke RSU Tulungagung. Dari RSU Tulungagung, Sugeng dirujuk ke RSU Dr Soetomo Surabaya.

"Sekitar bulan September atau saat bulan puasa tahun lalu, kami mulai melakukan rawat jalan di sini (RSU Dr Soetomo-red) sampai awal Februari 2008," ungkap Tuminah. Tapi, sejak pertengahan Februari hingga April 2008 ini, Sugeng menjalani rawat inap di Irna Bedah D.

Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, Tuminah mengaku mendapat bantuan dari pamong desa dan belas kasihan dari sesama penunggu pasien di RSU Dr Soetomo.

"Untuk biaya perawatan dan operasi Sugeng, kami pakai keringanan JPS (Jaring Pengaman Sosial). Sedangkan untuk biaya hidup, Wiwik sering pulang ke Tulungagung untuk ambil biaya dari pamong desa dan bantuan lain yang ada di sana," lanjut Tuminah.

Kondisi kelurga ini memang kurang mampu. Sugeng merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Ayah Sugeng, Triono, telah meninggal dunia 15 tahun lalu.

Ketika dikunjungi wartawan kemarin, Sugeng terlihat takut dan malu dengan penyakitnya. Sugeng yang selalu mengenakan sarung itu berusaha mengelak. Ketika ditanya pun, dia memilih diam dan duduk di bawah tempat tidurnya, berusaha menyembunyikan diri.

"Dia malu dan takut, apalagi ada yang bilang kakinya itu terancam diamputasi," tandas Tuminah. (S/ly)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar